RSS

CERPEN : Jojo malu jadi pengamen

CERPEN
JOJO MALU JADI PENGAMEN

Aku keluar dari kamar kecil yang terlihat tua dan usang. Hatiku begitu perih saat melihat Ayah yang terbaring lemas tanpa daya. Aku bingung dan harus bagaimana begitu melihat keluargaku yang serba kekurangan ini. Aku duduk di beranda rumahku yang terbilang cukup sederhana. Termenung lama dan tersadarkan oleh wajah Ibu yang tiba-tiba muncul didepanku.
“Jo, boleh Ibu bicara” Tanya ibu lembut padaku.
“Boleh kok buk”jawabku singkat.
“Jojo…kamu tau kan Ayahmu lagi sakit dan tidak bisa bekerja. Ibu mohon sama kamu untuk bekerja setelah pulang sekolah. Karena uang hasil kerja ibu saja tidak cukup untuk biaya hidup keluarga ini nak…karena kita harus membayar SPP kamu dan Jeje supaya bisa ikut Ujian Nasional”
“Huft….” Keheningan menghampiri malam yang dihiasi hujan gerimis. Aku tau ayah pekerja buruh bangunan yang digaji per hari. Satu hari saja ayah tidak bekerja maka akan terjadi ketidak seimbangan keuangan dalam keluarga ini. Tapi kerja apa yang bisa orang berikan untuk anak ingusan seperti aku.
“Jo???” Tanya Ibu yang sontak membuatku terkejut. Aku tersenyum dan berkata...
“Seorang Ibu hanya boleh memerintahkan kepada anak bukan memohon seperti itu bu…baiklah, aku akan cari kerja mulai besok” jawabku diiringi senyuman yang kupikir bisa membuatnya tenang.
“Jojo memang anak Ibu yang paling baik” jawab ibu sambil masuk lagi kedalam rumah. Mudah-mudahan kata-kataku barusan bisa mengurangi beban pikiran ibu. Setelah Ibu masuk, aku kembali memikirkan masalah yang sedang kuhadapi sekarang ini. Di zaman seperti ini, pekerjaan apa yang cocok untukku. Akhirnya aku menemukan solusinya. Untuk sementara waktu, aku harus mengamen. Mungkin, gitar butut hadiah dari Doni bisa kupakai untuk mengamen.
000
Teriknya siang itu…
Huh…pulang sekolah aku harus mengamen. Beban hidup yang sangat berat namun harus kujalani. Ini kah yang dinamakan takdir. Oh, tuhan begitu tidak adil pada hambanya. Seusai makan siang yang ditemani lauk khas yaitu tempe goreng, aku beranjak pergi membawa gitar. Kucoba dengan mulai mengamen ditempat-tempat kecil seperti rumah makan yang berada di emperan kota hingga mengamen di lampu merah yang lebih ramai. Bermodalkan suara dan permainan gitar yang terbilang pas-pasan, aku terus mengamen. Hingga kuhampiri salah satu mobil mewah yang berada dibarisan paling depan saat lampu merah. Aku bernyayi lagu yang sedang hit saat ini. Kudengar tawa besar dari dalam mobil namun aku tak bisa melihat wajah mereka karena tertutupkan kaca jendela mobil. Aku berusaha tak perduli. Kaca itupun perlahan terbuka diiringi tawa khas yang sepertinya biasa kudengar. Ternyata mereka Baron, Rian dan Dani. Mereka adalah teman sekelasku yang terkenal kaya dan bandel. Mereka terus menertawakanku dan memotret aku dengan handphone canggih yang mereka punyai.
“Dasar gembel pemalas, hahahahaha” begitu katanya sambil menyelipkan duit disaku bajuku.
Aku berlari meninggalkan mereka. Aku terus berlari mengikuti kemana kaki ingin bertuju. Rasa maluku pada mereka terus terbanyangkan. Kepala ini terus dipusingkan oleh masalah yang terus bertambah. Pasti genk anak-anak bandel itu akan menyebarkarkan berita yang tidak-tidak tentang diriku. Kulihat hari sudah mulai sore. Sebaiknya aku pulang.
Sesampainya dirumah, kulihat Ayah pulang dari berobat. Wajahnya yang memelas membuatku tidak tega untuk bercerita apa yang barusan kualami. Aku langsung menghampiri Ayah dan memijiti tubuhnya. Ayah hanya tersenyum padaku.
“Habis dari mana kamu Jo?” Tanya Ayah dengan suara yang sedikit bergetar.
“Habis dari mengamen yah” Jawabku singkat seolah tidak ingin memperpanjang pembicaraan tentang mengamen.
 Ayah hanya mengangguk lalu memejamkan matanya. Mungkin Ayah sedang sangat lelah. Tuhan, berikan kesembuhan pada ayahku. Agar beliau bisa bekerja seperti sedia kala.
000

Jam 6.45 pagi…
“Jo, kok kamu belum siap-siap untuk pergi kesekolah???” Tanya ibu mengawali pagi ini. Aku bingung mesti menjawab apa.
“Aku malu bu”
“Malu kenapa Jo?”
“Aku malu buk, aku diejek pengamenlah, aku diejek gembelah, aku diejek macam-macam bu”
Ibuku hanya terdiam dan pergi setelah mendengar keluhannku. Entah apa yang sedang ibu pikirkan saat ini. Salahkah aku mengungkapkan semua itu. Yang jelas aku tidak bermaksud untuk menyakitimu bu. Kuambil gitar ku yang terpajang ria di ruang tamu. Kulangkahkan kaki ini keluar.
“Mau kemana Jo?” Tanya Ibu dari sisi belakang.
“Mau mengamen bu” Jawabku seraya meninggalkan Ibu.
Hari ini aku mengamen seperti biasanya. Tapi aku mengamen ditempat yang berbeda dari kemaren karena aku takut bertemu teman-temanku seperti kemaren. Setelah lama mengamen aku duduk dibawah pohon dekat taman untuk beristirahat sejenak. Kulihati orang-orang yang beralu lalang ditaman itu. Rata-rata diantara mereka adalah orang-orang kantoran yang baru berangkat kerja. Sepertinya hidup mereka begitu ringan dan tanpa beban.
“Jojo..”suara seorang wanita yang tiba-tiba terdengar ditelinga.
“Ya…” aku melirik kebelakang. Ternyata beliau adalah Ibu Sally, walikelasku yang baik.
“Kenapa kamu tidak sekolah hari ini jo?”
“Ada urusan keluarga bu”
“Urusan apa, kamu bohong ya jo, karena ibu dengar dari teman-temanmu bahwa kamu kerja jadi pengamen”
“Sebenarnya aku malu bu karena aku selalu diejek  sama teman-teman, mereka selalu mentertawakanku karena aku pengamen bu”
“Sudahlah jo, kata-kata mereka jangan diambil hati. Belum tentu mereka lebih baik dari kamu. Ibu juga salut sama kamu mau bekerja membantu orang tua. Jarang loh ada anak seperti kamu. Ibu dengar ayah kamu sakit ya jo, bagaimana keadaannya?”
“Alhamdulillah…sudah mulai membaik bu”
“Syukurlah kalau begitu, ibu pergi dulu ya jo. Ada urusan. Jangan lupa mulai besok kamu sekolah lagi dan jangan perdulikan kata mereka”
Aku hanya mengangguk tanda setuju. Aku jadi teringat kembali pada Ayah dirumah. Tak hentinya aku memohon pada yang Esa untuk segera memberikan kesembuhan pada Ayahku.
000
Pagi yang indah dan penuh kejutan…
“Ayah sudah sembuh?” tanyaku saat melihat ayah yang siap-siap bekerja lagi sebagai buruh disebuah pabrik.
“Iya Jo, mulai sekarang kamu tidak usah mengamen lagi” Ayah berkata dengan wajah yang gembira. Aku tersenyum dan siap berangkat sekolah pagi ini.

BY ; UMAIRAH TIFFANY
XII IPA 2



0 komentar:

Posting Komentar